Jogja National Museum (JNM) adalah sebuah kantong aktivitas seni dan budaya yang dikonsep sebagai ruang publik dan secara legal berdiri di bawah payung Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara (YYSN), sebuah yayasan nirlaba berbadan hukum yang khusus bergerak dalam bidang pelestarian dan pengembangan seni dan budaya, baik seni rupa, seni pertunjukkan maupun seni multimedia. Keberadaan JNM bermula dari area kompleks bekas gedung Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI-1950) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD-1984) yang merupakan cikal bakal berdirinya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Setelah kampus ISI terpadu (1998) berdiri di Jalan Parangtritis KM 6, Sewon, Bantul, Yogyakarta, maka praktis kawasan bekas ASRI/FSRD ISI ini menjadi vakum. Keberadaannya pun cukup mengenaskan dan relatif dilupakan oleh pihak yang mestinya berwenang. Padahal dari tempat inilah lahir banyak seniman besar yang mewarnai jagad seni rupa Indonesia bahkan dunia.

Mengingat kompleks bangunan ini mempunyai nilai historis yang cukup penting, maka Ketua Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara, KPH. Wironegoro, M.Sc., merasa terpanggil untuk berjuang melestarikan kompleks bangunan bersejarah ini dan merombaknya menjadi Kompleks Jogja National Museum (2006).

Jogja National Museum (JNM) is an art and culture enclave and conceptualized to be a public space. It is established under Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara (YYSN) management, a non profit foundation for art and culture conservation and development, including visual art, performing art and multimedia art. The existence of JNM was first a Former First Indonesia Visual Art School (ASRI-1950) and Visual Art and Design Faculty (FSRD-1984) which later became The Art Institute of Indonesia (ISI) Yogyakarta. After the integrated campus of ISI (1998) removed to Sewon, Bantul, the area of former ASRI/FSRD is practically without management and in a situation in which a vacuum exists. The condition was unorganized and misgoverned by the parties who should be responsible in taking care of the area, whereas, this place has produced a lot of phenomenal artists who are well known throughout Indonesia even the world.

Considering the importance of the historical value of the area, KPH Wironegoro, the chairman of Yayasan Yogyakarta Seni Nusantar (YYSN), initiated to conserve this historical area and reorganizing it to become Jogja National Museum Compound (2006).